Selasa, 08 Juli 2014

Brizania Curi Perhatian Pasar

"Fashion" Lukisan Curi Perhatian Pasar


Sembilan belas tahun bekerja di perusahaan fashion ternama rupanya tak membuat Juwarasari puas. Saat posisinya sudah mencapai top level management karena alasan jenuh dan merasa perlu memiilki usaha sendiri, ia memutuskan mundur dan membuka waralaba fashion di Pasar Baru Trade Centre.

Merasa banyaknya keinginan pasar yang tidak terakomodasi waralaba tersebut, pada 2009 Juwarasari memutuskan untuk melebarkan sayap, membangun merek sendiri dengan nama Zania. Di sanalah ia menuangkan ide dan kreativitas dengan mengusung konsep simple and smart.

“Saya memutuskan keluar dari perusahaan waktu usia menjelang 40 tahun. Dengan dukungan banyak pihak, termasuk perusahaan tempat saya bekerja sebelumnya, saya membuka waralaba di bawah naungan mereka. Setelah tahu peta persaingan dan selera pasar, saya membuat merek sendiri,” katanya di Bandung, kemarin.
Membidik pasar kelas menengah ke bawah dengan segmen usia 20-50 tahun, Juwarasari memproduksi busana juga kerudung bermotif payet dan bordir. Melihat tingginya permintaan motif lukis, ia pun mengubah haluan. Dalam perkembangan, fashion berbasis lukislah yang mencuri perhatian pasar paling besar.
Produk Zania tidak hanya terbatas pada busana Muslim, Zania juga menyediakan produk pakaian universal bagi mereka yang ingin tampil sederhana dan sopan.

Dalam mengembangkan usaha, ibu dari tiga anak ini tidak terbawa arus dalam megandalkan pasar Kota Bandung yang dinilainya sudah terlalu jenuh. Ia merambah pasar Cimahi dan Indramayu. Nyatanya, Indramayu lah yang memberikan omzet paling besar bagi usahanya.

“Suatu hari, saat saya berjalan-jalan ke Indramayu, saya pikir pasar ini layak untuk di jajaki. Saya mencoba masuk dan ternyata sambutannya luar biasa. Konsumen di sana juga tergolong loyal,” tuturnya.

Untuk menjalankan usahanya, ia merangkul sejumlah mitra penjahit yang sudah dibina sejak bekerja sebagai seorang profesional. Inilah yang diakui Juwarasari sebagai kunci kesuksesannya, selain kejelian memilih pasar. Hanya dalam dua tahun, ia sudah memiliki tiga gerai dengan sebelas pekerja.

“Banyak yang bilang kalau pertumbuhan usaha saya cukup pesat. Alhamdulillah. Akan tetapi, dalam prosesnya saya juga sempat mengalami jatuh bangun. Masalah utama UKM apalagi kalau bukan permodalan,” tutur wanita nasabah Bank Jabar Banten tersebut.

Dengan bantuan kredit Rp 84 juta, ibu beranak tiga itu kemudian menggunakan pinjaman itu untuk ekspansi usahanya ke Indramayu. Selain masalah modal, diakui Juwarasar, pemasaran menjadi hal paling dominan yang dikeluhkan pelaku UKM. Apalagi, kesempatan bagi pelaku UKM untuk mengikuti pameran terhitung langka.

“Untuk membuka pemasaran, pelaku UKM harus sering mengikuti pameran. Sayangnya, sejumlah pameran bergengsi justru sulit untuk ditembus. Waktu itu, saya nekat mengikuti Inacraft, walaupun resikonya harus membayar biaya yang sangat mahal,” katanya.

Namun, dari sanalah pintu pemasarannya terbuka. Saat ini, selain mengandalkan ketiga gerainya, ia pun membuka pesanan. Salah satu pintu pemasaran yang dinilainya sangat berkontribusi terhadap perkembangan usahanya adalah pameran.

“Saat ini, produk saya sudah banyak yang dijual ke luar Jabar melalui perantara buyer  yang membeli lepas. Inilah pentingnya pameran bagi pelaku UKM. Rajin mengikuti pameran berarti membuka pasar semakin luas. Jangan ragu untuk memulai usaha, usia bukan halangan,” katanya.

Sumber: Pikiran Rakyat, Rabu, 14 Juli 2010 (Jendela UKM Dan Koperasi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar